Potret Guruku Part 2

Halaman XII KONFLIK DI RUANG GURU.

DI RUANG GURU SUASANA CUKUP PANAS KETIKA PERNIK-PERNIK MASALAH MUNCUL SATU-PER SATU DI HADAPAN MEREKA, PARA GURU. MEREKA SEDANG MEMBICARAKAN MASALAH TAWURAN ANTARA SEKOLAH MERAH PUTIH DAN SEKOLAH HITAM PUTIH. TERLIHAT BEGITU SERU, SAMA SEPERTI MENONTON PERTANDINGAN BOLA AKAN TETAPI MEREKA TIDAK TAHU BOLA BERADA DI MANA DAN BERGULIR KE MANA. 

PAK DULIDALIDU:

Siapa yang tahu kejadian itu?

PAK SUPORNO:

Katanya gara-gara soal cewek

PAK MACOMAN:

Bukan! Soal saling ejek.

PAK SUPORNO:

Pasti soal cewek lah. Anak sekarang apalagi sech yang jadi rebutan

kalau gak cewek-cowok. Yang cewek godain cowok,

yang cowok godain cewek. Itu sudah pasti.

PAK ANUGERAH:

Wach, Pak Suporno saya sependapat dengan Anda. Pasti soal gituan.

BU BAWELAWATI:

Woy! Maksud bapak-bapak ini apa, sich. Kok bicaranya begitu.

Picik banget sech. (MENGGERUTU)

Kalau bicara soal cewek, kok, antusisa banget sih.

BU MULIAHATI:

Salah. Hanya karena tersenggol di jalan.

PAK ANUGERAH:

Tersenggol motor, atau mobil?

PAK MACOMAN:

Odong-odong kali!

BU BAWELAWATI:

Kalau hanya katanya, itu sok tau namanya!

PAK DULIDALIDU:

Terus apa tindakan kita?

BU BAWELAWATI:

ya, dihukum anak kita yang terlibat.

PAK MACOMAN:

Kalau perlu dikeluarkan dari sekolah.

BU MULIAHATI:

Bukan hukum, Bu, sanksi.

BU BAWELAWATI:

Apas sih bedanya hukuman dengan sanksi.

BU MULIAHATI:

ya berbeda, dong, Bu. Lagi pula, Itu tidak bijak.

Kita masih punya banyak cara menangani anak-anak.

BU BAWELAWATI:

Alaaahh, jangan sok jadi guru teladan, dech!

PAK GURU:

Jangan begitu Bu Bawelawati! Bu Muliahati benar,

masih banyak cara yang bisa kita lakukan, dan ingat kita ini guru.

PAK MACOMAN:

yang bilang tukang cendol siapa? (SEMUA TERTAWA)

PAK DULIDALIDU:

Sudah! Sudah! Kita masih ditunggu anak di kelas!

PAK MACOMAN:

Ayo, ayo, ayo, mengajar anak bangsa!

EXIT

Halaman XIII ROMAN MENCARI CINTA.

SUDAH DUA HARI CINTA TIDAK BERSEKOLAH. CINTA SAKIT HATINYA BUKAN FISIKNYA. CINTA TIDAK DAPAT MENERIMA KENYATAAN YANG DISODORKAN ORANG TUANYA. SEMENTARA ITU ROMAN MERASA KEHILANGAN CINTA DI SEKOLAH. IA GUNDAH. IA GALAU.

ROMAN:

Hey, kalian pada liat Cinta nggak?

TEMAN-TEMAN ROMAN DI KELOMPOK IPA MENGGELENG BERSAMAAN.

ROMAN:

Serius nich.

KELOMPOK IPA:

(MENGGELENG BERSAMAAN LAGI)

ROMAN:

Aduh, ke mana, ya. Sudah dua hari Cinta gak masuk sekolah.

Dia marah sama aku atau jangan-jangan dia sakit.

KELOMPOK IPA:

Dua hari yang lalu dia mencari kamu Roman. Dia sedih. Dia galau.

Ech, datang si Bram terus menggoda. Tapi Cinta tidak peduli.

Dia cari kamu Bram. Dia cari kamu Bram. Dia cari kamu Bram.

ROMAN:

Ech, elu pada sakit, ye! Kaya robot koplak luch! Tobot pe a!

KELOMPOK IPA:

Koplak itu apa Roman, koplak itu apa Roman, koplak itu apa Roman?

ROMAN:

Tau ach, gue mau cari Cinta.

(BERLARI MENCARI CINTA)

KELOMPOK IPA:

(TERTAWA TERBAHAK-BAHAK ALIAS NGAKAK)

SEMENTARA ITU KETUA OSIS SIBUK MEMBAGIKAN UNDANGAN RAPAT PENSI KEPADA TEMAN-TEMANNYA YANG ADA DI TAMAN SEKOLAH.

KETUA OSIS:

Halo! Haloha! Teman-teman di mana kalian! Aku mau kasih undangan rapat! Di mana, ya? Si Roman ke mana sech? Cinta juga gak kelihatan batang hidungnya. Ech, salah. Lubang hidungnya.

Ech, anak-anak I Pe Es! Lihat anak-anak OSIS ga sech.

KELOMPOK IPS:

(SENYUM-SENYUM SINIS SAMBIL MEMASANG WAJAH GARANG)

Ech, Ketos kalau bertanya yang sopan. Katanya ketua OSIS. Retorikanya saja ga jelas. Maksud bicaranya saja bablas. Bagaimana kegiatan OSIS gak amblas.

YANG LAIN:

Lagian siapa sih yang milih dia jadi ketua OSIS.

Idenya bagus tapi pelaksanaannya gak becus. Dach gitu sepertinya ada yang gak beres dech sama dia.

KETUA OSIS:

Dengar, ya. Gue mau rapat OSIS. Gue butuh anggota gue.

Jadi ga ada urusan sama elu pade. Kalau gue bertanya boleh dong.

Kan yang dihadapan gue manusia. Bukan hewan.

Kalau gue bertanya sama hewan, nach jelas itu gak boleh. Paham lu semua.

KELOMPOK IPS:

(TERTAWA TERBAHAK-BAHAK CAMPUR JENGKEL)

Ngeselin luch, ye jadi ketua OSIS.

KETUA OSIS:

Tapi suka, kan. Yuk...(BERLALU DENGAN PEDENYA)

KELOMPOK IPS:

(SALING TATAP TIDAK MENENTU. BINGUNG CAMPUR KESAL MAU MENJAWAB APA)

EXIT

Halaman XIV   KEGALAUAN PAK GURU. 

DI RUMAH PAK GURU. ISTRI PAK GURU SEPERTI BIASA MENYAMBUT KEDATANGAN SUAMINYA. BU GURU MENYIAPKAN HIDANGAN KECIL DAN TEH TUBRUK UNTUK PAK GURU. IA MELIHAT PAK GURU BERDIRI DI DEPAN PINTU, BEGITU LETIH TAMPAKNYA.

ISTRI:

Capek, ya, Pak?

PAK GURU:

Yach. Aku menikmatinya.

ISTRI:

Pak, susu habis. Gula kopi habis. Beras juga habis.

PAK GURU:

Kau...hhhhgghh...(SAMBIL MELETAKKAN TAS DI KURSI) di mana dan bagaimana  perasaanmu yach. Aku baru pulang. Aku masih letih. Sudah kau sodorkan hal-hal yang bisa kita bicarakan nanti. Aku jadi pusing kalau begini sehari-hari.

ISTRI:

Aku lebih pusing. Kau tidak pernah tahu dan tidak mau tahu kebutuhan sehari-hari. Belum lagi tagihan utang ini-itu. Kau terlalu sibuk dengan anak-anak muridmu. Sementara kau tidak tahu bagaimana sepiku, bagaimana resahku, bagaimana gelisahkau, sedihku, dan ...

PAK GURU:

Salah. Salah kau menilai aku. Aku peduli kau. Aku peduli anak-anakku.

Aku selalu ingin membahagiakanmu dan anak-anakku.

ISTRI:

Selalu ingin selalu ingin! Mana buktinya? Kapan bahagianya?

Selalu saja kertas-kertas dan buku-buku yang kau bawa pulang.

Sementara perhiasanku yang kauberikan untukku habis sudah kau pakai juga.

Dan kau janji akan mengembalikan. Mana? Mana?

PAK GURU:

Cukup! Kenapa kau mau menikah denganku? Kenapa kau mau menjadi istriku? Benar kata orang tuamu ”berpikirlah untuk menikah dengan seorang guru meskipun dia pegawai negeri”. Seharusnya kau menikah dengan dokter, insinyur, pengacara, atau siapalah yang bisa membuat kau bahagia seketika!

Tidak seperti aku yang hanya seorang guru.

ISTRI:

(TERDIAM MENYADARI KEKELIRUANNYA)

Maafkan aku.

PAK GURU:

(MASIH TERDIAM LESU MERENUNGI KALIMAT-KALIMAT ISTRINYA)

Sudahlah. Aku capek. (BICARA KEPADA DIRI SENDIRI) Maafkan saya. Saya belum bisa memenuhi kebutuhanmu.

Halaman XV GURU BERTANYA TENTANG KEHAKIKIAN TUGASNYA.

PENTAS GELAP. CAHAYA DALAM LINGKARAN MENAUNGI SEKELOMPOK FIGUR—YANG TAMPAK PERLAHAN MENGGELIAT MELALUI KEPALANYA, LEHERNYA, BAHUNYA, TANGANNYA, JARI-JEMARINYA, PINGGULNYA, KAKINYA, DAN TUBUHNYA, YANG MENANDAI BAHWA MEREKA GALAU, MEREKA RESAH, MEREKA BERGEJOLAK, MEREKA GELISAH DALAM ANGAN-ANGAN TIADA BATAS TENTANG HAKIKAT DIRINYA, TENTANG HARKAT DIRINYA, TENTANG MARTABAT DIRINYA,  TENTANG KEDIGDAYAAN DIRINYA, TENTANG FUNGSI DAN TUGASNYA. MEREKA TERUS MENGGELIAT, TERUS BERGERAK BAGAI PENARI-PENARI YANG MEMAMERKAN TARIAN TAK BERMAKNA. 

DELAPAN ORANG GURU BERKOSTUM GENERASI BERBEDA SUDAH BERADA DI PENTAS DENGAN EKSPRESI SAMA, SENYUM DAN WIBAWA. LALU MEREKA BERDIALOG MELALUI PUISI ‘TUHAN AKU INGIN BERTANYA’

GURU-GURU  : Tuhan aku mau bertanya.

GURU 1           : Profesi mana yang lebih dihargai guru atau dokter,

GURU 2           : tugas mana yang lebih mulia guru atau tentara

GURU 3           : kedudukan mana yang lebih tinggi guru atau anggota DPR?

GURU 4           : jabatan mana yang lebih dihormati guru atau menteri,

GURU 5           : tanggung jawab mana yang lebih berat guru atau presiden

GURU 6           : kalau profesi guru yang lebih dihargai.

GURU 7           : kalau tugas guru yang lebih mulia

GURU 8           : kalau kedudukan guru yang lebih tinggi

GURU 1           : kalau jabatan guru yang lebih dihormati

GURU 2           : kalau tanggung jawab guru yang lebih berat

GURU 3           : Mengapa kau biarkan mereka menempatkan aku dalam saku baju,

GURU 4           : dalam plastik kresek,

GURU 5           : dalam bingkisan kado,

GURU 6           : dalam lingkaran cincin emas,

GURU 7           : dalam ikatan jam di tangan,

GURU 8           : dalam amplop perjanjian naik kelas,

GURU 1           : dalam sebungkus nasi padang,

GURU 2           : dalam segudang janji bahagia dan menyenangkan

GURU-GURU  : Mengapa kaubiarkan mereka mendorong aku ke bibir

sumur kegelapan dalam kegelisahan terdalam selama perjalanan waktu menuntut.

Tuhan aku mau bertanya sampai di mana aku kaubawa pada batas waktumu?

PERLAHAN RUANGAN REDUP. TAK ADA LAGI PEMANDANGAN TENTANG KEGELISAHAN DAN KEGALAUAN GURU TERLIHAT.

EXIT

Halaman XVI SUATU SAAT DI SEKOLAH.

ADA SERPIHAN JIWA YANG TERPISAH DARI KESEHARIAN DI SEKOLAH. BAPAK-IBU GURU YANG SELALU ADA DALAM SUKA DUKA SISWA-SISWANYA TAK LUPUT DARI KETERKAITAN PERMASALAHAN YANG TIMBUL TENGGELAM DIANTARA ROMANTIKA PENDIDIKAN.

NYONYA MAYORA YANG OKB—IBUNYA MARKONA YANG SEDIKIT BANYAK MENSUPORT DANA UNTUK KEGIATAN SEKOLAH ASALKAN ADA PERHATIAN UNTUK PUTRINYA. ADA IBU DERITA YANG KECEWA KARENA SENGSARA DIKANDUNG BADAN. ADA ORANG TUA CINTA YANG SEMENA-MENA IKUT CAMPUR URUSAN CINTA ANAK SEKOLAH.

BAPAK MACOMAN:

Ada apa Nyonya Mayora? Kok pagi sekali sudah di sekolah?

Ada yang bisa saya bantu?

NYONYA MAYORA:

Kok, tahu sih, kalau saya butuh bantuan?

BAPAK MACOMAN:

Dari pancaran mata najuwa, dan senyuman kopi sianida,

Nyonya butuh bantuan saya?

NYONYA MAYORA:

Ich Pak Macoman, sotoy banget sih. Betul loch saya butuh bantuan Bapak.

Bapak, kan sebagai wali kelas Marko...

BAPAK MACOMAN:

Marko...?

NYONYA MAYORA:

Iya, Marko. Markona anak kesayangan saya.

BAPAK MACOMAN

Iya, ya, ya. Markona. Habis diganti sih panggilannya.

NYONYA MAYORA:

Loch, kan status ekonomi saya sudah berbeda dan berubah.

Masa Pak Maco gak tahu.

BAPAK MACOMAN

Ya, maaflah. Lalu apa masalahnya Nyonya Mayora yang luar biasa?

NYONYA MAYORA:

Markona suka dengan si Roman. Tapi dia mengalami rintangan.

C...I...N...T...A

BAPAK MACOMAN:

Ow ow ow kacian. Jadi itu permasalahannya.

NYONYA MAYORA:

Ya, tolong diatur dong prosesnya.

BAPAK MACOMAN:

Beresssss. Saya tahu Markona anak baik.

NYONYA MAYORA:

Pastilah. (SAMBIL MEMBERIKAN AMLOP KEPADA PAK MACOMAN).

Saya mau ke ruang kepala sekolah dulu. Ta ta Pak Maco.

BAPAK MACOMAN

Ta ta juga ...

DI SUDUT LAIN, DI RUANG KEPALA SEKOLAH, IBU DERITA ORANG TUA ROMAN TENGAH MEMPERJUANGKAN NASIB ANAKNYA YANG AKAN DIKELUARKAN KARENA BERPACARAN DENGAN CINTA.

KEPALA SEKOLAH:

Jadi, Ibu Derita sudah paham? Kenapa saya panggil ke sekolah?

IBU DERITA:

Ya, Pak. Saya paham. Nanti saya beritahu anak saya. Saya mohon ya,

Pak, Bu, anak saya jangan dikeluarkan hanya karena pacaran dengan temannya. Saya orang tidak punya. Dan roman anak yatim. Saya hanya tukang cuci pakaian. Anak saya memang tidak pantas untuk mencintai dan dicintai. Apalagi Cinta anak orang kaya. Saya paham betul, Pak.

ORANG TUA CINTA:

Nah, itu sudah tahu. Semestinya Ibu paham dari awal. Anak saya sudah kelas 3 dan akan melanjutkan kuliah ke Amerika. Bagaimana kalau gagal. Ibu mau bertanggung jawab? Berapa kerugian yang harus ibu ganti selama anak saya bersekolah di sini. Pasti Ibu tidak sanggup.

KEPALA SEKOLAH:

Ya sudahlah. Yang penting Ibu Derita tolong dicamkan itu.

IBU DERITA:

Baik, Pak. Akan saya lakukan semua tiu. Sekali lagi terima kasih, ya, Pak.

Juga Ibu Cinta saya mohon maaf sekali lagi.

ORANG TUA CINTA:

(MEMBUANG MUKA KE ARAH LAIN)

IBU DERITA:

(KELUAR DARI RUANG KEPALA SEKOLAH)

KEPALA SEKOLAH:

Jangan khawatir, Bu, saya akan tangani semua ini. Oya omong-omong sekolah kami ingin mengadakan kegiatan silaturahmi untuk guru-guru di sini, Eghhh... 

ORANG TUA CINTA:

Saya sudah tahu maksud Bapak. Diatur saja segala sesuatunya, Pak.

Yang penting Cinta anak saya nyaman belajar di sekolah ini.

KEPALA SEKOLAH MENGANGGUK-ANGGUKKAN KEPALA SERAYA MEMBUAT SENYUM-SENYUM DI BIBIRNYA. SEMENTARA ORANG TUA CINTA MENINGGALKAN RUANGAN TANPA PEDULI.

EXIT 

Halaman XVII BERITA GEMBIRA BUAT KELUARGA PAK GURU.

ALHAMDULILLAH MASA DEPAN GURU TERPIKIRKAN JUGA OLEH SEGENAP PENGATUR KEBIJAKAN-KEBIJAKAN NEGERI. NASIB GURU YANG SEKIAN PULUH TAHUN TAK JELAS KEBERADAANNYA DI NEGERI SENDIRI KINI TERATASI DENGAN SELEMBAR SERTIFIKASI. SENYUM KETULUSAN DAN KEIKHLASAN PUN TERPANCAR DI WAJAH GURU

ISTRI:

Kok senyum-senyum?

PAK GURU:

Yaiyalah. Karena kita tidak akan selalu berkerut dahi lagi ketika bermunajat.  

ISTRI:

Maksudnya?

PAK GURU:

Kita akan selalu senyum saat menghadapi segala permasalahan.

ISTRI:

Maksudnya?

PAK GURU:

Artinya, kita bersyukur. Terutama karena doa-doa kita, keluhan kita, kesulitan kita, kemarahan kita, kesedihan kita, semua diperhatikan Allah melalui orang-orang bijak yang membuat kebijakan.

ISTRI:

Maksudnya? Aku belum mengerti.

PAK GURU:

Aku guru Es Em A, dan kau guru Es De, serta semua guru yang ada di Indonesia akan memperoleh sertifikasi sebagai apresiasi dari pemerintah untuk guru-guru

di Indonesia

ISTRI:

Ooohh, aku paham sekarang.

PAK GURU:

Maksudnya?

ISTRI:

Yaitu kita bersyukur. Aku bersyukur.

PAK GURU:

Maksudnya?

ISTRI:

Maksudnya...kalung, gelang, dan cincinku pasti diganti, kan?

PAK GURU:

Hadeuuuhhhh, bikin pusing lagi.

(NGELOYOR MASUK KE KAMAR)

EXIT

Halaman XVIII PERISTIWA-PERISTIWA.   

ADA KETIDAKSEIMBANGAN DI ANTARA KESEJAHTERAAN DAN KEBIJAKAN YANG HARUS DINIKMATI DAN DIEMBAN BAPAK-IBU GURU. SUNGGUH IRONI BAHKAN KEMIRISAN KIAN TERASA DI NURANI TERDALAM SEORANG PENDIDIK YANG ABDI NEGARA KATANYA. KINI TIADA LAGI GURU YANG DIGUGU DAN DITIRU. TIADA LAGI GURU YANG DIANGGAP PAHLAWAN. TIADA LAGI GURU EMBUN PENYEJUK DI KEHAUSAN.TIADA LAGI GURU BAK PELITA DI KEGELAPAN. GURU DULU DAN KINI MASIH SAJA DIPANDANG SEBELAH MATA. MEREKA ‘ORANG TUA’ TIDAK HANYA BISA BERKATA, TETAPI JUGA MENILAI SEMENA-MENA TERHADAP GURU. KINI PRINSIP MEREKA ‘GRATIS DAN SADIS’ DEMI MENINGKATKAN DERAJAT HIDUP MEREKA. 

PENTAS REDUP. SISWA SD, SMP, SMA DALAM BERPASANGAN SUDAH ADA DI PENTAS. MEREKA BERDIALOG BERGANTIAN DALAM  LINGKARAN CAHAYA LAMPU.

“Gue suka sama lu.” 

“Gue juga suka sama lu.”

“Jadi sekarang lu pacar gue.”

“Iya gue tau kok”

(MEREKA BERPEGANGAN TANGAN. BERLARI—SLOWMOTION, SISWA SMP MEMBIMBING SISWA SD)

DI SUDUT LAIN.

 “Gue malas belajar.”

“Gue apa lagi.”

“Kita bolos. Kita madol.” 

“Nonton, yuk. Tapi be em, be em ok?”

“Ok.”

“Lu ada rokok.”

“Ntar aja di luar. Ke gep guru gak enak tau.”

(MEREKA KELUAR MENGENDAP-ENDAP TANPA RASA TAKUT. DI WAJAH MEREKA HANYA SENYUM DAN TAWA YANG TERULAS)

DI SUDUT LAIN

“Kok, kamu keluar beb?”

“Iya ayang. Aku kangen sama kamu.”

“Kan, masih KBM.” 

“Iya, be te. Gurunya nge be te in. Sumpah.” 

“Kok, kamu juga di luar.” 

“Demi kamu beb. Sama. Gurunya magabut. Tadi Cuma ngasih tugas gurunya terus keluar. Gak jelas alasannya.”

“Ooo. Terus kita ngapain?”

(SISWA LAKI-LAKI HANYA MENGERDIPKAN MATA)

“Ok.”

(MEREKA TIDAK SUNGKAN BERGENGGAMAN TANGAN MELINTAS DI KORIDOR SEKOLAH)

SEGAMBARAN KELOMPOK GURU YANG RESAH DAN GELISAH BERADA DALAM BAYANG-BAYANG KETAKUTAN SAAT MENJALANKAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWABNYA. KELOMPOK GURU YANG KHAWATIR SALAH MENDIDIK DAN MENGAJAR KARENA TUNTUTAN ORANG TUA YANG TIDAK BERALASAN—HANYA DILANDASI CERITA DARI MULUT KEMULUT TENTANG KEJANGGALAN, KESALAHAN, KEKELIRUAN OKNUM GURU TERHADAP MURIDNYA. ORANG TUA SUDAH TIDAK LAGI MEMBERIKAN KEPERCAYAAN TERHADAP GURU. SANKSI APA PUN YANG BERTUJUAN MENDIDIK MURID-MURID AGAR MENJADI GENERASI PENERUS YANG KOMPETEN DAN BERKARAKTER TIDAK LAGI BENAR DAN LOGIS DALAM PANDANGAN  ORANG TUA. SEMUA SANKSI DIANGGAP TINDAK KEKERASAN DAN KEJAHATAN.

SEGAMBARAN ORANG TUA YANG MEMAKI-MAKI GURU, MENGHUJAT GURU, MELECEHKAN GURU, MELAPORKAN GURU, MEMBAWA GURU KE PENGADILAN, BAHKAN MELUKAI GURU MELALUI PENGEROYOKAN DAN PEMUKULAN DI MUKA UMUM.

ORANG TUA 1: Kenapa Ibu Guru memukul anak saya.

IBU GURU SD : Saya tidak memukul. Saya hanya mencubit lengannya. Itu pun tidak

                          keras. Hanya untuk memperingatkan supaya anak Ibu tidak selalu

                           bikin ulah di kelas maupun di luar sekolah.

ORANG TUA 1: Memukul atau mencubit sama saja. Ibu Guru sudah melakukan

                           tindak kekerasan terhadap anak didik. Saya tidak terima. Saya

                           akan laporkan tindakan ibu ke KPAI.

IBU GURU SD:   Silakan Pak. Saya hanya menjalankan tugas dan tanggung jawab

                           saya dalam hal mendidik. Ibu tahu apa yang sudah dilakukan anak

                           Ibu?

ORANG TUA 1:  Mana saya tahu. Saya, kan di rumah. Bapaknya anak-anak kerja.

                            Saya menyekolahkan anak saya, untuk saya titipkan kepada

       bapak-ibu guru di sekolah.

IBU GURU SD :  Nah ibu tidak tahu anak ibu berbuat apa. Belajar atau tidak.

ORANG TUA 1:  Memangnya anak saya kenapa Bu?

IBU GURU SD :  Anak ibu sudah sering membolos.

ORANG TUA 1:  Tapi dia berangkat dari rumah.

IBU GURU SD :   Mana saya tahu. Murid saya tidak hanya anak Ibu. Anak ibu sering

meninggalkan sekolah bersama teman wanita SMP nya. Anak ibu

berpacaran dengan anak SMP. Jadi saya rasa ibu salah  menitipkan anak di sekolah yang sudah bagus ini.

(MENINGGALKAN SI ORANG TUA YANG TERMANGU-MANGU TIDAK JELAS)

ORANG TUA 2  :  Mengapa Pak Guru menampar anak saya.

PAK ANUGRAH:  Saya tidak menampar. Saya hanya mencolek pipi anak Bapak.

                              Karena terus bicara tidak pantas terhadap guru yang menasihatinya.

ORANG TUA 2  :  Pak Guru jangan berdalih! Tidak mungkin anak saya bicara kasar

                               kepada gurunya. Apalagi melaporkan yang tidak benar. 

PAK ANUGRAH:   Saya tidak berdalih. Bapak sudah mengajarkan kejujuran? Sekarang

                               tanyakan kepada anak Bapak di hadapan saya, dia bicara jujur atau

                               tidak ketika melaporkan kejadian ini.

ORANG TUA 2  :   Memangnya anak saya melakukan kesalahan apa?

PAK ANUGRAH:   Pertanyaan klise yang selalu dilontarkan orang tua. Anak Bapak

                               sering bermesra-mesraan di kelas. Di sekolah.

ORANG TUA 2  :   Pak Guru jangan mengada-ada ya. Saya ini pengacara. Saya bias

                               tuntut dan seret Pak Guru ke pengadilan. Dari mana Bapak tahu?

PAK ANUGRAH:   Heloooo, di sekolah ini dipasang CCTV. Di setiap ruang bahkan di

                               toilet pun kami pasang CCTV. Mana mungkin kami mengada-ada.

          Zaman sudah canggih pertanyaannya kok masih konvensional.

(MENINGGALKAN ORANG TUA YANG JUGA TERBENGONG-BENGONG MALU TAK MENGERTI)

EXIT

Halaman XIX PERBINCANGAN DI ANTARA GURU.

DI RUANG GURU. MASIH SAJA BERBINCANG SOAL TUGAS, TANGGUNG JAWAB, PROFESIONALITAS GURU, DAN PERNAK-PERNIK PERMASALAHAN SEPUTAR SITUASI DAN KONDISI KESEJAHTERAAN GURU.

PAK SUPORNO:

TKD sudah keluar belum?   

PAK DULIDALIDU :

Belum. Yang baru keluar itu TKA TKB dan TKC.

PAK BAPER:

Bahkan mereka sudah sampai di rumah. Kamana ya TKD. 

BU BAWELAWATI:

Eh, Pak Baper, Pak Gabut jangan ngurusin TKD saja dong. Ngajar yang benar.  

PAK GABUT:

Lo, loh, kok Bu Bawel jadi sinis begitu!? Siapa yang mengajar ga benar

PAK MACOMAN:

Alaa, seperti tidak butuh saja. Kemarin malah tanya-tanya jeng serti   

BU BAWELAWATI:

Kapan saya tanya-tanya sertifikasi. Kalaupun saya bertanya

sesuai lah dengan kinerja saya. Nah, Anda berdua...

BU MULIAHATI:

Sudahlah. Kok bicaranya itu-itu saja. Malulah kita sebagai guru.

GURU-GURU:

Uuuuuhhh, malu...uuuuuuhhh, malu...uuuuhhh, malu.

PAK GURU:

Yach, Bu Muliahati benar. Seharusnya kita malu. Bapak-ibu guru yang digugu dan ditiru.

Ada apa dengan kalian? Ada apa dengan kita? Selalu saja bicara soal jasa. Jasa. Dan jasa. Lihat, ke daerah lain, tengok ke pedalaman, apa yang mereka dapat? Apa yang mereka punya selain asa, asa, dan asa. Bahkan mereka sering berputus asa

(MEMANDANGI SATU-SATU BAPAK-IBU GURU DI HADAPANNYA. BEBERAPA GURU MEMANDANG BALIK DENGAN EKSPRESI MENCIBIR)

Seharusnya kita menyadari dan tanggap apa yang sedang terjadi di lingkungan kita. Di sekitar kita. Dunia pendidikan saat ini carut-marut. Beberapa peristiwa bahkan sering kali belakangan ini terjadi menimpa kawan-kawan kita baik yang di daerah maupun yang di Jakarta. Tetapi mana peduli kita? Mana? Mana? Kita selalu mencari aman dan nyaman. Tidak lagi berpikir bahwa kita ada pada korps yang sama. Tidakkah Bapak-Ibu guru merasa kita seperti pecundang yang diam karena uang.

Halaman XX ROMAN DAN CINTA BELUM BOLEH BERCINTA.

ROMAN DI SUDUT SEKOLAH MEMBACA PUISI YANG DITULIS PAK GURU UNTUKNYA: AKU, KAU, DAN RAPOR KITA. MATANYA BERKACA-KACA. CINTA JUGA MEMBACA PUISI YANG SAMA DI SUDUT SEKOLAH. AIR MATANYA BERLINANG SERAYA MENGGIGIT BIBIRNYA MENAHAN ISAK TANGIS KERINDUAN, KEBENCIAN, DAN KESEDIHAN.

Halaman XXI SEBUAH KELULUSAN DAN CITA-CITA.

SEGAMBARAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI SEKOLAH. TIGA GURU: SD, SMP, SMA, YANG SEDANG BERBINCANG TENTANG CITA-CITA MURID-MURIDNYA MELALUI PUISI AKU INGIN MENJADI.

IBU GURU SD:

“Anak-anak, Ibu mau bertanya tentang cita-citamu. Kalian jawab dengan jujur, ya”

SISWA-SISWI SD:

“Ya, Bu Guru.“

IBU GURU SD:

“Ani, mau jadi apa?“

SISWA-SISWI SD:

“Ani ingin menjadi insinyur.“

“Budi ingin menjadi arsitektur.“

“Cica ingin menjadi dokter.“

“Darma ingin menjadi psikiater.”

IBU GURU SD:

“Siapa yang ingin menjadi guru? Loh, kok diam semua.”

MUSIC TRANSITION: FADE IN—FADE OUT

IBU GURU SMP:

“Eno, cita-citamu ingin jadi apa?”

SISWA-SISWI SMP:

“Eno ingin menjadi pengacara”

“Fani ingin menjadi pewara”

“Galih ingin menjadi pelukis”

“Heny ingin menjadi sekretaris.”

IBU GURU SMP:

“Siapa yang ingin menjadi guru? Tidak ada yang ingin jadi guru, ya?”

SISWA-SISWI SMP:

“Indra ingin menjadi pengacara”

“Joko ingin menjadi pramugara”

“Kardi ingin menjadi polisi”

“Lindri ingin menjadi peragawati”

IBU GURU SMP:

“Siapa yang ingin menjadi guru?” Wachhh, belum ada juga ya yang berminat jadi guru?”

MUSIC TRANSITION: FADE IN—FADE OUT

IBU GURU SMA:

“Coba sampaikan kepada Ibu apa cita-citamu?”

SISWA-SISWI SMA:

“Marta ingin menjadi penyanyi, Bu.”

“Nanda ingin menjadi penari.”

“Otong ingin menjadi pembalap.”

“Parto ingin menjadi pesulap.”

“Quinto ingin menjadi promoter.”

“Rano ingin menjadi kontraktor.”

“Santo ingin menjadi jutawan.”

“Tono ingin menjadi wartawan.”

“Ulfa ingin menjadi polwan.”

“Vita ingin menjadi relawan.”

“Wawan ingin menjadi binaragawan.”

“Xaverius ingin menjadi rohaniwan.”

“Yohanes ingin menjadi pendeta.”

“Zakaria ingin menjadi penceramah.”

BAPAK DAN IBU GURU:

(KETIGANYA HANYA MENGANGKAT BAHU) Yach. Ini fakta

PENTAS REDUP.

PENGUMUMAN KELULUSAN SISWA-SISWI PUN TIBA. SUASANA BERUBAH CERAH CERIA. TAMPAK LATAR SEKOLAH YANG MEGAH TERTUTUP KESIBUKAN SISWA MEMBACA PENGUMUMAN—MENCARI DAFTAR DERETAN NAMA-NAMA SISWA YANG LULUS UJIAN AKHIR SEKOLAH.

ROMAN, CINTA, BRAM, MARKONA, JONGGI, SITI BERAHI, KELOMPOK IPS, KELOMPOK IPA, KELOMPOK BAHASA, DAN KETUA OSIS, SEMUA LULUS DENGAN TANDA TANYA. MAU KE MANA MEREKA SETELAH ITU. MAMPUKAH MEREKA MENJADI ANAK BANGSA YANG BERGUNA—MENJADI GENERASI PENERUS BANGSA.

SUASANA GEMBIRA DAN BAHAGIA KECUALI ROMAN DAN CINTA DI SUDUT SEKOLAH HANYA BISA SALING BERTATAP MATA. SEJENAK SAJA LALU BERPISAH. KARENA CINTA ADA DALAM KUASA SANG BUNDA YANG SEGERA PERGI MEMBAWANYA KE DUNIA NYATA ORANG KAYA.

Halaman XXII AKHIR SEBUAH ANGAN-ANGAN PAK GURU.

SEGAMBARAN KILAS BALIK ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR YANG DIAJARKAN MEMBACA DAN MENULIS OLEH BAPAK DAN IBU GURU (JASAMU GURU)

Kita jadi bisa menulis dan membaca karena siapa

Kita jadi tahu beraneka bidang ilmu dari siapa

Kita jadi pintar dibimbing Pak Guru

Kita jadi pandai dibimbing Bu Guru

Guru bak pelita penerang dalam gulita jasamu tiada tara

Guru bak pelita penerang dalam gulita jasamu tiada tara.

MURID-MURID SMP YANG DIAJARKAN MEMAHAMI BERBAGAI BIDANG ILMU PENGETAHUAN, SISWA-SISWI SMA YANG DIAJARKAN, DIBIMBING, DAN DIBINA BAGAIMANA BERPIKIR KRITIS DAN ANALISIS MENGHADAPI KEDEWASAANNYA. (TERIMA KASIHKU)

Terima kasihku kuucapkan

Pada guruku yang tulus

Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan

Untuk bekalku nanti.

Setiap hariku dibimbingnya

Agar tumbuhlah bakatku

Kan kuingat selalu nasihat guruku

Terima kasihku guruku.

LALU, SEKELOMPOK ORANG SUKSES DAN BERHASIL BERDIRI DI HADAPANNYA. MEREKA BERGERAK LAMBAN TANPA SUARA TANPA KATA-KATA.

TAK TERASA AIR MATA PAK GURU MENETES MENYENYUMI MASA DEPAN YANG BELUM ATAU TIDAK TERGAPAI.

”Terima kasih Tuhan. Terima kasih ya, Allah. Amanat-Mu telah kuemban dan kujalankan. Kini lega sudah aku berada di ujung senja bersama keluarga. Mereka telah memilih dan meraih masa depannya.”

SENJA KIAN BERGELAYUT DI WAJAH PAK GURU TERCINTA. MENTARI TAK LAGI BERBAGI CAHAYA UNTUKNYA. REMBULAN PUN DIAM-DIAM MENJAUH DARINYA. IA TAK BERDAYA KERUT DI WAJAHNYA GAMBARAN RIBUAN MIL SEGALA YANG PERNAH DIALAMINYA. TAK ADA LAGI KATA-KATA YANG MEMBUATNYA BANGKIT SELAIN SEMANGAT YANG TERSISA DI DAHI: ”BAHWA HIDUP JANGAN MENUNGGU SESUATU YANG TAK PASTI.” MESKI KEPASTIAN YANG DINANTI KIAN DEKAT MENGHAMPIRI.

PAK GURU DUDUK SENDIRI. IA MENERAWANG JAUH KE SEGALA YANG TERTUNDA DAN TERTINGGAL. IA TIDAK MENUNTUT SATU APAPUN KECUALI DIRINYA ADA DALAM KENANGAN MASA SILAM YANG BARANGKALI DIBAWA ATAU DITINGGALKAN DALAM PERBINCANGAN MASA DEPAN. PAK GURU PUN MENGGORESKAN PENANYA UNTUK SEBUAH PUISI.

”...”

Halaman XXIII KADO BUAT PAK GURU.

GURU TETAP GURU. WAKTU BERLALU TANPA HARUS MENUNGGU UNTUK DIGUGU DAN DITIRU. NYATANYA MURID LEBIH CEPAT MELESAT MENUJU SUKSES HIDUP DAN KEHIDUPAN. SEMENTARA GURU MENUNGGU SELAMA PERJALANAN WAKTU MENUNTUT HINGGA BATAS WAKTUMU.

DESKRIPSI MASA LALU: SEKELOMPOK MURID-MURID YANG SUDAH BERHASIL DALAM HIDUP DAN KEHIDUPAN. MEREKA SUKSES. ADA YANG MENJADI DOKTER. ADA YANG MENJADI INSINYUR. ADA YANG MENJADI ABRI. ADA YANG MENJADI PENGUSAHA. ADA YANG MENJADI PENGACARA DAN SEBAGAINYA. MEREKA BERBAUR DALAM EVORIA REUNI. SEMENTARA MEREKA LUPA DI DALAM EVORIA ADA BAPAK GURU DAN IBU GURU. ACARA DEMI ACARA BERLALU TIBA PAK GURU DIDAULAT MEMBACAKAN PUISI. MAKA MELANTUNLAH DARI MULUT PAK GURU SEBUAH PUISI KADO BUAT PAK GURU.

”KADO BUAT PAK GURU” MEREKA YANG HADIR JADI TERHENYAK DALAM BERDIRI. MEREKA SADARI KEKELIRUAN MEREKA SELAMA INI. MEREKA SADARI KEAROGANSIAN MEREKA. MEREKA SADARI MEREKA LUPA AKAN APA SAJA YANG TELAH DIBERIKAN KEPADA MEREKA.

SELESAI MEMBACAKAN PUISI PAK GURU TURUN DARI PANGGUNG UNTUK KEMUDIAN MELANGKAH LAMBAN MENINGGALKAN RUANG REUNI. TAK LAMA BAPAK DAN IBU GURU YANG LAIN MENGIKUTINYA. AKAN TETAPI LANGKAH MEREKA TERHENTI KETIKA TERDENGAR BAIT-BAIT POTRET GURUKU YANG SUDAH DIMUSIKALISASIKAN TERDENGAR DILANTUNKAN OLEH ROMAN DAN SEGENAP YANG HADIR DALAM REUNI TERSEBUT. 

PAK GURU TERENYUH. ROMAN TERENYUH. YANG LAIN JUGA TERENYUH. MEREKA SEKETIKA TENGGELAM DALAM HARU BIRU HINGGA LANTUNAN PUISI POTRET GURUKU SELESAI.

BEBERAPA ALUMNUS MENGHAMPIRI PAK GURU SAMBIL MINTA BERFOTO:

”Pak Guru foto dulu!”

”Tadi kita sudah foto-foto, kan.”

”Tapi tadi foto bersama-sama, Pak.”

”Ya, Pak. Kami ingin foto bersama Pak Guru.”

”Cukup, Nak. Gambarku pasti ada dalam benakmu dalam aortamu, jika kau sungguh-sungguh mengingatku dan tak pernah melupakan bahwa aku pernah menjadi gurumu, dan pernah ada dalam masa depanmu.

(MELANGKAH MENINGGALKAN MEREKA)

SUASANA REDUP PERLAHAN. SESEORANG MENUTUP BUKU HARIAN DI TANGANNYA. USAILAH SUDAH PANGGUNG POTRET GURUKU. SEMOGA SAJA SEBERKAS CAHAYA DAPAT MENEMBUS RELUNG TERDALAM PARA INSAN PENDIDIKAN.

RUANG PUN GELAP.

*  Karyaku ini khusus kupersembahkan kepada mahasiswa-mahasiswaku yang kelak meneruskan perjuanganku menjadikan sekolah....dan murid-murid....

SELESAI

Jakarta 14 November 2016